Klo mendengar nama Kunti... pasti yang terpikir dalam bayangan kalian adalah sosok makhluk halus Khas Indonesia. Tapi kali ini kita tidak akan membahan hantu khas indonesia tersebut. Yang akan kita bahas kali ini adalah sosok nona yang punya prestasi di bidang akademik. Yuk simak perjanan hidupnya...
Begitu menyandang gelar MBA dari Cardiff Metropolitan University, United Kingdom pada tahun 2015, Kunthi Afrilinda Kusumawardani memutuskan kembali ke tanah air dan menjadi dosen di kampus President University yang juga almamaternya saat menempuh gelar sarjana.
Di kampus President University, Kunthi tercatat sebagai dosen Program Studi Internasional Relations (IR).
"Saya kembali ke Indonesia dan menjadi dosen, karena sangat tertarik di dunia mengajar sejak magang menjadi asisten dosen. Jadi sebelum lulus S2, saya sudah ditawari bekerja di President University, karena minat dan passion saya, maka saya putuskan untuk menjadi seorang dosen di almamater tercinta ini," ungkap dosen muda kelahiran Bogor 26 tahun lalu.
Pengajaran yang diberikannya memang sedikit berbeda dengan saat dia menjadi mahasiswa di President University. Kunthi mencoba mengimplementasikan apa yang didapatkannya ketika kuliah di Inggris.
“Saya lebih mengedepankan siswa untuk lebih aktif, tetapi juga saya selalu memberikan feedback kepada mereka, agar mereka dapat mengetahui aspek mana yang bisa mereka perbaiki dan juga kembangkan. Saya biasanya tidak hanya melakukan one way communication di kelas, saya selalu men-challenge mahasiswa di setiap tugas yang saya berikan, seperti presentasi, studi kasus, diskusi kelompok, mimin quiz dan essay dengan feedback, dan juga debat,” ungkap anak ke 2 dari 3 bersaudara, berasal dari SMA 8 Jakarta ini, yang mengajar di Program Studi Internasional Relations (IR), President University.
Selain itu, Kunthi juga mengimplementasikan beberapa teknologi yang kampus sediakan seperti pengumpulan tugas melalui portal turnitin.com untuk mencegah terjadinya plagiarisme saat mahasiswa menulis tugas. Bahkan saat ini telah digunakan platform SCHOOLOGY atau KELAS VIRTUAL dimana mahasiswa bisa mengakses semua materi yang diberikan di kelas virtual, lalu mendiskusikannya dan mengerjakan quiz.
Model pembelajaran yang diterapkannya itu, menurut Kunthi karena melihat bahwa mahasiswa sekarang sangat kreatif dan juga sangat cepat dalam beradaptasi dengan teknologi terbaru. Mereka sangat mengenal dan terkadang bergantung kepada Internet.
“Hal ini saya jadikan sebagai tantangan, karena saya mencoba untuk memberikan edukasi, informasi, pengetahuan, dan juga pengalaman yang bersifat aplikatif dan tidak bisa mereka dapatkan di internet,” tegas Kunthi.
Pengalaman Kunthi Semasa Kuliah
Bagi Kunthi mengajar di President University mengingatkannya kembali saat-saat menjadi mahasiswa dari tahun 2008 – 2012.
“Alasan saya masuk President University karena proses belajar mengajar menggunakan Bahasa Inggris, terdapat banyak mahasiswa asing, serta adanya tawaran beasiswa dari Jababeka. Jurusan International Relations [IR], saya pilih karena saya suka dengan isu-isu internasional, politik dan juga feminisme,” ungkap Bendara PUSC (President University Student Council) atau senat mahasiswa periode 2008-2009.
Selama kuliah di President University, terletak di Kawasan Industri Jababeka, tempat berlokasi 1700 perusahaan multinasional [Mattel, Unilever, Samsung Electronic, KAO, L’Oreal, Kraft dan lainya] dari 30 negara, sehingga Kunthi merasakan suasana yang sangat kondusif untuk belajar karena didukung oleh fasilitas dormitory atau asrama.
“Perkuliahan yang menggunakan Bahasa Inggris, membuat kemampuan Bahasa Inggris saya sangat meningkat karena international environment yang ada di President University. Dosen-dosen pengajar juga merupakan ahli dan praktis di bidangnya, sehingga ilmu yang diberikan sangat aplikatif,” ujar Kunthi yang thesisnya mengambil judul Indonesia's Foreign Policy in Addressing The Issue of People Smuggling (2009-2011) dengan dosen pembimbing Prof. Anak Agung Banyu Perwita, PhD.
Setelah lulus pada tahun 2012 dengan IPK 3.76, Kunthi melanjutkan kuliah ke Cardiff Metropolitan University, United Kingdom, dan sempat magang di Kementerian Luar Negeri, bagian Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata.
Dari Kementerian Luar Negeri, Kunthi banyak mendapat informasi mengenai hubungan diplomatik antara Indonesia dengan berbagai negara untuk menjaga keamanan internasional. Juga banyak belajar mengenai isu terorisme, yang merupakan salah satu unit di KIPS (Keamanan Internasional dan Pelucutan Senjata), dan bagaimana cara menanggulanginya dilihat dari sisi diplomasi. Dan pernah menjadi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) Pilpres 2014 di KBRI London.
Menurut pengakuan Kunthi, alasannya mengambil S2 di luar negeri karena ingin mengembangkan wawasan dan merasakan hidup di negeri orang.
“Saya mendapatkan banyak pengalaman selama studi di Inggris, baik dari sisi akademis, maupun kehidupan sosial. Di bidang akademik saya merasakan perbedaan gaya pendidikan. Melalui sistem pendidikan pula saya merasakan dan mengerti budaya, tradisi, dan orang-orangnya. Kemampuan berbahasa Inggris saya selama menuntut ilmu di sana juga meningkat. Selain itu saya juga bisa bertemu dengan banyak teman dari banyak negara dan latar belakang yang berbeda. Pengalaman yang paling utama adalah di saat saya belajar untuk menjadi lebih terbuka atau open-minded mengenai banyak hal,” ungkap Kunthi yang kemudian menerapkan pengalamannya ini ketika mengajar sebagai dosen.
Sebagai dosen muda, Kunthi percaya dosen yang disegani adalah dosen yang berwawasan luas tetapi juga mendalam di bidang ilmunya. Dia percaya bahwa “respect is earned and work both ways”, dan itu itu ditunjukkannya melalui proses belajar mengajar di kelas. Sehingga meski masih muda, Kunthi termasuk dosen favorit di kalangan mahasiswa.
No comments:
Post a Comment